Tradisi Baratan


Tradisi 
Baratan di Jepara , Ada Pawai Lampion Bagi umat Islam tanggal 15 bulan Sya’ban atau Ruwah merupakan hari yang tergolong istimewa , karena hari yang dikenal juga dengan Nisfu Sya’ban mempunyai arti tersendiri yang berkaitan dengan penggantian buku catatan amal baik atau buruk. Oleh karena itu diderah tertentu seperti Jepara misalnya ada tradisi yang dilestarikan sampai sekarang yang berkaitan dengan peringatan tersebut dikenal sebagai Baratan yang kemudian di kemas menjadi satu event tahunan yang cukup menarik untuk disaksikan. Event ini pernah dikemas menjadi salah satu peristiwa yang tercatat dalam buku MURI ( Museum Rekor Indonesia ) yaitu pawai membawa lampion dengan peserta terbanyak yang terjadi di daerah Kalinyamatan beberapa waktu yang lalu. Memang lampion yang terbuat dari kertas berwarna warni dengan lilin dan lampu batere menjadi ciri khas dari keramaian dari Baratan ini . Oleh karena itu jika musim baratan tiba diseputaran Kalinyamatan yang berpusat di sekitar pertigaan Purwogondo banyak pedagang lampion tahunan yang menjajakan dagangannya di sepanjang jalan dan membuat keramaian tersendiri pada daerah ini. Selain lampion seiring dengan perkembangan jaman , bentuk bentuk unik lainnya seperti mobil-mobilan, ayam-ayaman dan banyak lagi bentuk lainnya juga meramaikan even baratan ini.



” Saya kanak-kanak keramaian Baratan sudah ada , namun tidak semeriah sekarang , lampion –lampion juga telah ada , justru dahulu yang saya kenang adalah damar ”empluk” yang terbuat dari tanah liat dan berbakar minyak tanah , selain itu ada pula bentuk lampu lain yang berputar mirip ”dermolen” dengan gambar berbagai macam binatang. Namun saat ini bentuk-bentuk itu sudah bergeser dengan bentuk lainnya . Yang pasti tradisi baratan itu sejak saya masih kecil atau mungkin sebelumnya sudah ada , dan sekarang dengan perkembangan jaman hal itu dapat dijadikan event wisata yang menarik para pengunjung ”, papar H. I’tishom Solhan, S Sos, M Ag. tokoh masyarakat Kalinyamatan yang juga Ketua Dewan Pendidikan Jepara yang dimintai pendapatnya seputar tradisi Baratan.

Tokoh yang juga Kepala MA ” Darul Ulum ” Purwogondo ini mengatakan, sebenarnya esensi yang terkandung dalam ”Baratan” adalah suatu evaluasi diri kita masing-masing pada apa yang kita lakukan dalam satu tahun baik dari segi kebaikannya atau keburukannya. Sehingga pada tahun yang akan datang diharapkan perjalanan hidup kita akan jauh lebih baik pada tahun sebelumnya, karena apapun yang kita kerjakan didunia akan dicatat oleh Allah SWT. Oleh karena itu pada malam Nisfu Sya’ban itu kita mengerjakan amalan-amalan yang baik , diantaranya membaca surat Yasin 3 kali dan berdo’a memohon ampunan atas perbuatan –perbuatan kita yang kurang baik di mata Allah. Semua itu kita lakukan agar pada tahun berikutnya kita tidak akan mengulang catatan-catatan buruk , oleh karena itu tradisi baratan ini bisa dikatakan sebagai ajang evaluasi diri.

” Untuk lampion dan Selamatan nasi puli yang diselenggarakan bersamaan dengan acara Baratan ini saya belum menemukan adanya korelasi itu , namun semua itu merupakan tradisi sejak dahulu ada maka kita sebisa-bisanya melestarikan hal itu , toh tidak ada sisi negatifnya dari perayaan Baratan ini ” tambahnya.



Memang tradisi Nisfu Sya’ban atau Baratan ini bagi sebagian warga Jepara merupakan hal yang ditunggu-tunggu utamanya anak-anak yang berkaitan dengan tradisi pasang lampion di rumah-rumah dan juga pawai mobil-mobilan. Oleh karena itu setengah bulan sebelum berlangsungnya Baratan pengrajin lampion dan mobil-mobilan mulai memproduksi ”ubo rampe ” Baratan ini. Di pasar-pasar tradisional seputaran Kalinyamatan sampai dengan pasar pelosok Jepara pasti ada yang menjajakan lampion dan mobil-mobilan . Pemandangan ini bisa kita lihat pada pasar-pasar seperti Mayong, Kalinyamatan , dan juga Pecangaan yang menjadi pusatnya mainan untuk meramaikan tradisi Baratan. Mungkin didaerah lain selain Jepara juga ada even dalam bentuk lain untuk memeriahkan malam Nisfu sya’ban ini .


Posted under:

Share this post
No Responses to "Tradisi Baratan"